Kegiatan ekstraksi sumber daya hutan baik kayu maupun bukan kayu merupakan salah satu sumber dari Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) sektor kehutanan dalam bentuk Iuran Izin Usaha Pemanfaatan Hutan (IIUPH), Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH), dan Dana Reboisasi (DR). Di tahun 2016, PNBP sektor kehutanan mencapai 5,5 triliun melebihi target yang ditetapkan yaitu 4,1 triliun. Tingginya pencapaian PNBP ini karena meningkatnya jumlah pembayar pemegang ijin serta adanya perbaikan sistem dalam pembayaran yang dapat dilakukan secara online.
Upaya optimalisasi PNBP oleh Kementerian LHK salah satunya dilakukan melalui perombakan mekanisme pembayaran kewajiban iuran kehutanan secara signifikan. Selama ini, pelaporan terhadap penerimaan PNBP yang dilakukan secara konvensional tidak tertib dan rawan terhadap ketidakakuratan serta ketidakkonsistenan. Dimulai dari lini terdepan, yaitu Pejabat Penagih Iuran Kehutanan, lalu direkapitulasi di tingkat Kabupaten. Kemudian dilakukan rekapitulasi kembali di tingkat Provinsi hingga kemudian dilaporkan ke Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Tahapan berjenjang inilah yang ditengarai menimbulkan ketidakakuratan dan ketidakkonsistenan tersebut. Selain hal tersebut, juga terdapat simpul yang ditengarai menjadi salah satu hambatan di dunia usaha, karena sangat tergantung kepada Pejabat Penagih.
Sejak tanggal 1 Januari 2016, untuk dapat melayani Wajib Bayar (WB) dengan lebih baik dan untuk dapat mencatat, menyimpan serta menyajikan laporan secara cepat, tepat dan akurat, Direktorat Iuran dan Peredaran Hasil Hutan meluncurkan sebuah sistem yang disebut Sistem Informasi Penerimaan Negara Bukan Pajak atau disingkat SI PNBP. Sistem ini merupakan salah satu dari rangkaian implementasi Penatausahaan Hasil hutan secara self assessment oleh Unit Management yang merupakan Wajib Bayar, untuk menghitung kewajiban pembayaran PNBP atas pemanfaatan hasil hutan.
Dengan SI PNBP, Wajib Bayar (WB) dapat dengan segera melakukan proses pembayaran dan pelaporan sesuai dengan kegiatannya tanpa bergantung pada pejabat pemerintah, tanpa hambatan waktu dan tempat. Begitu pula dengan pelaporan, karena semua transaksi berbasis teknologi informasi, maka pada saat WB melakuan transaksinya, pada saat itu juga transaksi tersebut tercatat pada sistem dan dapat segera dilihat laporannya.
Sebagai tindak lanjut dari adanya sistem pembayaran baru ini, di tingkat daerah khususnya di Provinsi NTB, upaya optimalisasi PNBP gencar dilakukan sampai ke tingkat tapak melalui Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) yang merupakan UPTD dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi NTB. Sosialisasi dan monitoring dilakukan terhadap para pihak yang selama ini memiliki ijin pemanfaatan hasil hutan.
Balai KPH Maria Donggomasa adalah KPH pertama di NTB yang berhasil mendorong kelompok-kelompok HKm di wilayah kerjanya untuk melakukan pembayaran PNBP melalui sistem online ini. Hkm Oi Rida dan Hkm Ncai Kapenta menjadi HKm pertama yang membayar PNBP dengan jenis komoditasnya yaitu kopi, kemiri, dan biji mete. Selain dari IUPHKm, juga terdapat pembayaran PNBP dari pemegang IPHHBK dengan jenis komoditas bambu apus. Sampai saat ini sudah dilakukan pembayaran sebanyak 2 kali untuk bulan November dan Desember 2017.
Upaya penyadartahuan anggota kelompok HKm agar memenuhi kewajibannya membayar PNBP dilakukan oleh BKPH Maria Donggomasa secara intensif dengan langsung mengunjungi kelompok-kelompok tersebut di tingkat tapak. Selanjutnya ketua kelompok diminta untuk mengkoordinir anggotanya untuk melakukan pembayaran PNBP. Tiap anggota kelompok kemudian mengumpulkan kewajibannya kepada ketua kelompok sesuai hasil panen dengan acuan pembayaran PNBP per komoditi yang sudah diatur dalam peraturan pemerintah. Pihak KPH bersama Dinas LHK kemudian mendampingi kelompok untuk pembuatan akun PNBP secara online. Pendampingan juga dilakukan pada saat pembayaran PNBP di perbankan dan masukkan hasilnya ke dalam sistem. Harapannya di tahun 2018, para pemilik kewajiban sudah mulai lancar melakukan pembayaran PNBP sesuai dengan waktu panen masing-masing komoditas.
Bagi Dinas Provinsi dengan adanya sistem ini, dapat dimanfaatkan untuk memonitor pendapatan PNBP di wilayahnya, sehingga dapat diperoleh informasi secara tepat, akurat dan cepat. Informasi ini dapat digunakan sebagai data awal Dana Bagi Hasil di wilayahnya masing-masing. Melalui sistem ini juga bisa diperoleh data produksi hasil hutan yang sudah berijin secara akurat. Upaya kedepannya yang dilakukan oleh Dinas LHK bersama UPTD Balai KPH di tingkat tapak untuk meningkatkan potensi PNBP yaitu mendorong para pihak yang selama ini memanfaatkan hasil hutan khususnya HHBK dengan belum berijin untuk segera mengajukan perijinan pemungutan HHBK. (tggl/lil)