Pertemuan dalam rangka Koordinasi teknis Pendamping Perhutanan Sosial Wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat sekaligus dalam rangka meningkatkan sinergitas pelaksanaan Pendampingan antara Dirjen PSKL Kementerian LHK, Dinas LHK Provinsi Nusa Tenggara Barat, Balai KPH dan Tahura Lingkup Dinas LHK NTB, UPT Kementerian LHK, Balai PSKL Wilayah Jawa Bali Nusa Tenggara dan Pendamping Perhutanan Sosial Wilayah Nusa Tenggara Barat.
Pelaksanaan kegiatan dilakukan dengan 2 (dua) metode dalam satu waktu dan pertama kali digunakan pada pertemuan kali ini. Pertemuan dilaksanakan menggunakan Webinar dan tatap muka dalam ruangan dengan tetap memperhatikan protokoler pencegahan Covid-19. (28-29/08/2020). Kepala Balai PSKL Wilayah Jawa Bali Nusa Tenggara, Ojom Somantri, S.Hut.T., M.Si menyampaikan bahwa Rapat Koordinasi ini adalah pertemuan pertama setelah cukup lama kita terkendala oleh wabah Covid-19 melanda. “Kita akan lakukan penyegaran agar pendampingan Perhutanan Sosial kembali bersemangat dalam melaksanakan tugasnya” tambahnya.
Tak hanya itu, Dirjen PSKL (Bambang Supriyanto) juga menyampaikan arahan terkait kebijakan-kebijakan dalam Perhutanan Sosial dimana salah satu tujuannya agar masyarakat dapat mengelola kawasan hutan dan mampu meredakan konflik. “Ijin Perhutanan Sosial yang dikelola masyarakat memiliki jangka waktu selama 35 Tahun. Ijin pada kawasan Hutan Konservasi berupa pemanfaatan Hasil Hutan Bukan Kayu dan Jasa Lingkungan. Pada kawasan Hutan Produksi dan Lindung dapat dilakukan kegiatan pemanfaatan hutan salah satunya dengan kegiatan Agroforestry dan lebih fleksibel dengan tetap memperhatikan kondisi lingkungan dan alam kawasan tersebut selama dalam PIAPS” imbuhnya.
Bapak Dirjen PSKL juga menyampaikan “Selain itu, tujuan lainnya dari program ini ialah meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan / masyarakat kelompok tani hutan melalui peningkatan nilai produk yang dihasilkan baik dari segi produksi, kemasan dan pemasaran hasil”.
Tak hanya itu, Ir. Lalu Saladin Jufri, M.Si (Kepala Bidang Rehabilitasi dan Pemberdayaan Masyarakat Dinas LHK NTB) juga menambahkan “ Saat ini pengelolaan kawasa hutan di NTB terbagi kedalam Kawasan Konservasi dan Kawasan Hutan Lindung serta Hutan Produksi. Kawasan Hutan Konservasi berada pada wilayah kerja UPT Kementerian LHK dalam hal ini Taman Nasional baik Rinjani maupun Tambora dan Balai KSDA NTB dengan luas total wilayah sebesar 173.636,4 Ha. Sedangkan Hutan Lindung kurang lebih seluas 449.141,35 Ha dan Hutan produksi kurang lebih seluas 448.945,08 Ha berada pada wilayah kelola Dinas LHK NTB terbagi kedalam 15 KPH dan 1 Tahura dengan total keseluruhan luas kawasan hutan NTB sejumlah 1.071.722,83 Ha.
“Terdapat 485 Desa berbatasan langsung dengan Kawasan Hutan. Lebih dari 200 Desa diantaranya masuk dalam kategori Desa miskin dengan jumlah penduduknya mencapai 307.510 orang / 40% dari jumlah penduduk miskin NTB disekitar kawasan hutan” tambahnya. Dengan adanya program Perhutanan Sosial ini, Alhamdulillah NTB telah terbentuk 188 kelompok tani hutan dengan 34.379 anggota masyarakat yang terlibat dalam pengelolaan hutan NTB.
“Kami akan terus memantapkan Program Perhutanan Sosial di NTB dengan mengembangkan Industrialisasi berkelanjutkan bagi KPH, membentuk dan memberdayakan Kelompok Kerja Perhutanan Sosial, dan menetapkan Perhutanan Sosial sebagai salah satu Indikator kinerja KPH dan Tahura di NTB. Intinya, Program Perhutanan Sosial ini mengupayakan pengelolaan hutan secara lestari dengan tetap memperhatikan kesejahteraan masyarakat” tutupnya.