Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi NTB memiliki inisiatif dalam penanganan produk makanan kadaluarsa yang dihasilkan oleh distributor. Pada kesempatan ini, Dinas LHK NTB dalam hal ini Bidang Pengelolaan Sampah dan Pengendalian Pencemaran Lingkungan melakukan pertemuan dengan para distributor produk makanan yang tersebar di Kota Mataram dan Kabupaten Lombok Barat. Pertemuan dilakukan secara offline dan online melalui zoom meeting di Ruang rapat Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi NTB. Peserta yang hadir dalam pertemuan tersebut adalah para distributor dari Nutrifood, Niaga supermarket, Jembatan baru, CV. 88, BSF Sengkol, Pro BSF dan dari Bidang Pengegelolaan sampah dan pengendalian pencemaran lingkungan.
Kepala Bidang PSPPL Dinas LHK Provinisi NTB, Firmansyah menyampaikan bahwa “Provinsi NTB saat ini sangat konsen terhadap isu lingkungan terutama pada permasalahan sampah. Melalui program strategis Zero Waste, Provinsi Nusa Tenggara Barat berusaha mengubah pengelolaan sampah dengan cara lama yaitu kumpul angkut buang menjadi strategi Kurangi Pilah Olah sampah dari sumbernya”.
Pertemuan ini bermaksud untuk berdiskusi dan sharing dengan para distributor tentang pengelolaan sampah produk kadaluarsa yang mereka distribusikan. Saat ini diketahui bahwa produk kadaluarsa dimusnahkan kembali dengan cara dibakar. Tentu saja tindakan ini tidak dibenarkan karena akan memberi pengaruh yang kurang baik terhadap kualitas lingkungan terutama kualitas udara.
Perusahaan yang memproduksi makanan tentunya akan menghasilkan sampah, salah satunya berupa produk-produk yang tidak laku atau kadaluarsa. Dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008, dimana produsen mulai bertanggungjawab atas produk kadaluarsa yang dihasilkan atau dikenal dengan EPR (Extended Producer Responsibility). Hal ini juga diperkuat dengan Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga, termasuk didalamnya produk kadaluarsa. Hal tersebut dipertegas kembali dalam Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Sampah.
Dalam milestone Rencana pembangunan Jangka Menengah Daerah Provinsi NTB, pelaksanaan EPR dilakukan tahun 2021. Melalui pertemuan inilah Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi NTB mencoba menjalin komunikasi dan kerjasama dengan para distributor produk makanan tersebut dalam hal pengelolaan sampah produk kadaluarsa.
Kepala Seksi Pengelolaan Sampah, Radyus R menjelaskan bahwa “Provinsi NTB sudah mengoprasikan TPST Regional dan memfasilitasi pembangunan tempat-tempat pengolahan sampah teknologi biokonversi dengan BSF, untuk mengolah sampah organik dan sampah produk-produk kadaluarsa dari distributor makanan yang ada di Kota Mataram dan Lombok Barat”, ujarnya.
Pengelolaan sampah dengan menggunakan teknologi biokonversi BSF tersebar di beberapa lokasi. Lokasi BSF dibawah manajemen UPTD TPA Kebon Kongok yaitu BSF Lingsar yang barada di Jl. Gora II dusun Bubay Desa Lingsar kecamatan Lingsar, Lombok Barat, mampu menampung sampah organik hingga 1 – 4 ton per hari. Lokasi BSF selanjutnya berada di Desa Sengkol, Lombok Tengah. Site BSF ini didirikan atas kerjasama Pemerintah Provinsi NTB, Bappenas, Pro BSF, GIZ, Bambook Studio, Kalbe farma dan Feed werks. BSF Sengkol didesain agar mampu mengolah sampah organik hingga 1 ton per hari. Kondisi saat ini BSF Sengkol mampu mengelola hingga 100 – 500 kg per hari. Peningkatan kapasitas sampah yang diolah ini karena adanya kerjasama antara BSF Sengkol dengan perusaahn distributor dari Nutrifood.
Tahun 2021, tepatnya di awal Februari pihak nutrifood mulai mengirim produk kadaluarsa ke BSF Sengkol untuk kemudian dimanfaatkan sebagai pakan maggot. Pihak pro BSF di sengkol, Pak Bian menjelaskan bahwa produk kadaluarsa yang saat ini bisa dikelola dengan biokonversi BSF adalah produk turunan dan olahan susu beserta variasinya, makanan ringan (snack, cokelat, perman), Kue dan roti beserta pelengkapnya dan minuman dalam kemasan ( cair dan serbuk). “Beberapa produk yang belum pernah dikelola adalah produk bumbu dapur, produk turunan minyak nabati, minuman berkarbonasi, minuman beralkohol, bahan makan (tepung)”, ungkap Radyus.
Dian (Staf Bidang PSPPL) menambahkan, “Bukan tidak mungkin produk ini juga dapat dikelola denga BSF, maka para distributor dipersilahkan untuk mengirim contoh produknya agar dapat diuji coba di BSF Sengkol”. Pertemuan ini diakhiri dengan menetapkan kesepakatan bahwa akan ada pertemuan lanjutan dengan para distributor dan manajer perusahaan produk makanan. Harapannya, dipertemuan selanjutnya akan dibahas bagaimana bentuk kerjasama yang akan dilakukan dengan para perusahaan produk makanan tersebut dalam pengelolaan produk kadaluarsa. (dian/yoga)