Mataram (25/1) – Matahari bersinar tidak terlalu terik ketiika kendaraan kami tiba di Desa Jineng Kecamatan Wanasana Loombok Tmur. Memasuki gapura batas desa, mata kami dimanjakan oleh pemandangan sawah hijau yang membentang, kelokan sungai dengan aliran air yang jernih, udara sejuk dan bersih dari polusi. Di ujung, Rinjani kokoh berdiri seolah menyambut kami dan mengatakan “ Akulah penjaga alam ini!”.
Kendaraan melaju ke lokasi acara, tepatnya di aula kantor Desa Jineng. Hari ini, Kamis 25 Januari 2024 tim NTB Zero Waste Dinas LHK Provinsi NTB memenuhi undangan Sosialisasi Pengelolaan sampah sekaligus peresmian Tempat Pengelolaan Sampah (TPS) yang berada di Desa Jineng. Setiba dihalaman kantor desa, kami disambut oleh muda mudi berseragam biru dongker yang menjadi ciri khas kampus yang beralamat di Jalan Majapahit tersebut. Langkah kami digiring memasuki ruang acara, tampak kursi-kursi terisi penuh. Penampakan ini menjadi kode bahwa warga Desa Jineng antusias mengikuti acara siang ini. Di depan telah terlihat hadir Perangkat desa dan tamu undangan.
Kami pun menghampiri untuk memperkenalkan diri dan mengharturkan permohonan maaf karena kedatangan kami terlambat dari jadwal yang telah dtentukan. Tanpa berpanjang kalam, acara sosialisasi ini dilanjutkan dengan pemaparan materi dari tim NTB Zero Waste tentang program unggulan pemerintah yaitu NTB Zero Waste yang dalam hal ini disampaikan oleh Dian Sosianti Handayani, Pranata Humas Ahli Muda Dinas LHK Provinsi NTB.
Dian menyampaikan bahwa program NTB Zero Waste yang menjadi unggulan pemerintah provinsi NTB bukan ingin mewujudkan sampah menjadi nol, tetapi program tersebut bertujuan untuk mengubah paradigma baru dalam tata kelola sampah. Jika selama ini tata kelola sampah hanya berkutat dengan sistem pola KUMPUL, ANGKUT dan BUANG ke TPA, sehingga menimbulkan masalah baru yaitu menyebabkan pencemaran oleh air lindi, gas metan yang dihasilkan oleh sampah yang ditumpuk, maka pemerintah menawarkan pola baru dalam mengelola sampah yaitu, KURANGI, PILAH dan OLAH sampah mulai dari sumbernya. Pola ini selain dapat mengurangi dampak negatif yang muncul dari timbulan sampah, juga akan lebih muah diolah.
“ Bapak, ibu, sampah itu akan terus dihasilkan dengan bertambahnya jumlah manusia, jika kita tidak mulai mengelola sampah dengan baik, Desa Jineng ini akan dipenuhi dan dicemari oleh sampah yang menumpuk, kan sayang sekali lingkungan desa yang indah ini harus rusak oleh ulah kita sendiri,” papar Perempuan berkacamata ini.
“Bapak ibu, Bagaimana agar sampah tidak merusak lingkungan? Tolong sampahnya dipilah yaa… Kenapa? Karena jika sampahnya dipilah maka akan mudah diolah dan banyak manfaatnya. Hari ini juga bapak, ibu akan diajarkan secara singkat bagaimana mengolah sampah organik atau sisa makanan/dapur menjadi pupuk organik yang nanti bisa dignakan untuk bercocok tanam,” jelas Prahum Muda Dinas LHK ini menutup paparannya. Materi disampaikan secara interaktif dan dialog dengan masyarakat yang hadir, harapannya informasi yang disampaikan dapat dipahami dengan mudah.
Setelah pemaparan dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi NTB, acara selanjutnya adalah penyampaian materi dan praktek membuat stater untuk pengomposan metode Takakura. Sebuah metode pengomposan sederhana ditemukan oleh ilmuan Jepang yang mudah diaplikasikan oleh mayarakat. Materi disampaikan oleh Aula Sakinah Muntasarah, widyaiswara dari Balai Diklat Pertanian Provinsi NTB. Aula menyampaikan bahwa, sampah yang dihasilkan oleh masyarakat, terutama sampah Organik yaitu Sampah sisa makan Dan dedauanan dapat diolah dan dimanfaatkan sebagai pupuk organik dengan cara sederhana.
“ Hari ini saya akan memberikan Cara sederhana Membuat komoos dari sampah sisa makanan yang dihasilkan setiap Hari, namanya mengompos dengan metode Takakura. Metode ini ditemukan oleh ilmuan Jepang. Tapi sebelum itu, saya akan menunjukkan kepads bapak Dan ibu metode lain dalam mengolah yang saat ini banyak diminati karena cukup menjanjikan secara ekonomi, namanya mengolah sampah dengan maggot,” jelas Aula Membuka paparannya.
Selain diajarkan Membuat komoos dengan metode Takakura, Perempuan yang menempuh pendidikan di negeri Kanguru ini juga menjelaskan metode lain untuk mengolah sampah. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat lebih banyak mendapatkan informasi Dan pengetahuan tentang cara-cara mengolah sampah Organik.
“ Tapi saya tidak akan mengajarkan mengolah sampah dengan maggot ini, karena saya tahu ga semua siap melihat ulat ulat maggot ini, hanya menunjukkan metode lain saja, Tapi jika nanti Ada Yang tertarik, Kita akan belajar lagi dilain waktu,” ujar Perempuan aseli Medan ini pada para peserta, terutama ibu-ibu, yang kegelian ketiika ditunjukkan contoh maggot pengolah sampah yang diletakkan dalam beberapa wadah.
Peserta sosialisasi sangat antusias mengikuti setiap penjelasan yang disampaikan. Tidak sedikit meerkat mengajukan pertanyaan-pertanyaan ditengah berlangsungnya praktek pembuatan starter pengomposan Takakura.
Di pengunjung acara sosialisasi, kami dipersilakan oleh Kepala Desa Jineng, Muhaddis, untuk turut menghadiri peresmian Tempat Pengelolaan Sampah (TPS) yang baru saja dimiliki oleh warga Desa Jineng. Turut hadir pads acara tersebut Sekretaris Desa, Babinsa, Babinkamtibmas, kelompok pemuda, kader posyandu, PKK Dan Mahasiswa KKN. TPS ini letaknya tidak jauh dari pemukiman warga. Luas lahan untuk TPS ini kurang lebih 10 Are yang dibeli bukan melalui Dana desa, melainkan dari urunan dana dari warga.
Semangat warga Desa Jineng ini patut diapresiasi karena mencari warga yang peduli terhadap Lingkungan saat ini tidaklah mudah. Lokasi Desa Jineng yang cukup jauh dari Tempat pemrosesan akhir (TPA) menjadi alasan yang tepat bagi desa ini untuk memiliki fasilitas pengelolaan sampah, agar mampu mengelola sampah dengan mandiri serta dapat memberi manfaat bagi warga Desa Jineng dan sekitarnya. Harapan kedepannya, pemerintah daerah dapat memberikan perhatian dan pembinaan secara berkala kepada Desa Jineng hingga mandiri melakukan pengelolaan sampah . (ds)