MATARAM (12/1) – Apel perayaan Hari Ulang Tahun Korps Pegawai Republik Indonesia (KORPRI) ke-54 di lingkungan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) NTB pada Senin, 1 Desember 2025, menjadi panggung pengumuman kebijakan lingkungan yang krusial. Dalam apel yang berlangsung di halaman kantor DLHK NTB, Kepala UPT TPAR Kebon Kongok, Radyus Ramli Hindarman, mendeklarasikan bahwa fasilitas TPAR tersebut kini menolak sampah organik yang dibawa oleh truk pengangkut.
Keputusan yang berlaku efektif sejak hari pengumuman ini merupakan langkah darurat untuk merespons kondisi kritis Tempat Pemrosesan Akhir Regional (TPAR) yang melayani Kota Mataram dan Kabupaten Lombok Barat. Data terakhir menunjukkan bahwa volume sampah yang masuk tanpa dipilah telah membuat usia teknis landfill TPAR Kebon Kongok berada di ujung tanduk.
“Per 1 Desember 2025, TPAR Kebon Kongok resmi tidak akan menerima sampah organik yang dibawa masuk. Keputusan ini kami ambil bukan untuk mempersulit, melainkan untuk memperpanjang usia layanan TPAR yang sudah sangat terbatas,” tegas Radyus.
Radyus menjelaskan, penolakan ini didasari fakta bahwa sampah organik, yang terdiri dari sisa makanan dan dedaunan, menyumbang rata-rata 50-60 persen dari total volume sampah harian yang dibuang ke Kebon Kongok. Sampah jenis ini sangat mungkin diolah di tingkat sumber (rumah tangga, pasar, restoran) menjadi kompos atau pakan ternak.
“Jika sampah organik ini terus ditimbun, selain mempercepat penuhnya TPA, juga menghasilkan gas metana yang berbahaya bagi lingkungan dan memicu bau tak sedap. Solusinya hanya satu: olah dari sumbernya,” tambahnya.
Kebijakan ini secara langsung memberikan tekanan kepada pemerintah daerah di dua wilayah tersebut (Mataram dan Lombok Barat) untuk segera mengaktifkan atau membangun fasilitas pengolahan sampah terdesentralisasi, seperti rumah kompos komunal atau bank sampah di tingkat desa/kelurahan.

Pada momentum yang sama, Radyus secara khusus memberikan mandat kepada seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) di DLHK NTB, mengingat DLHK adalah leading sector untuk program unggulan Pemprov NTB, yaitu NTB Bersih dan Mendunia..
“ASN DLHK adalah pengampu Program NTB Bersih dan Mendunia. Oleh karena itu, kita harus menjadi percontohan utama (role model) bagi masyarakat. Kita tidak bisa hanya bicara; kita harus menerapkan 3R (Reduce, Reuse, Recycle) secara konsisten dalam kehidupan kita,” ujarnya dengan nada tegas.
Implementasi 3R yang dimaksud mencakup kewajiban bagi ASN untuk memilah sampah rumah tangga mereka, membawa wadah minum reusable ke kantor, serta melakukan pengomposan mandiri untuk sampah organik di rumah.
Keputusan ini diharapkan menjadi trigger agar seluruh lapisan masyarakat, didahului oleh ASN, menyadari tanggung jawabnya dalam memilah sampah, menjadikan kebijakan penolakan Kebon Kongok ini sebagai katalisator menuju NTB yang benar-benar Zero Waste dan berkelanjutan.




