Upaya pembangunan pada sektor lingkungan hidup dan kehutanan saat ini dihadapkan pada kondisi lingkungan yang cenderung menurun kualitasnya. Pada kasus di Provinsi Nusa Tenggara Barat, telah terjadi penurunan kualitas lingkungan yang tergambar melalui kondisi nilai Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) yaitu indeks kualitas air, indeks kualitas udara, dan indeks kualitas tutupan lahan sebesar 56.53 (kurang baik).
Parameter pembentuk kualitas lingkungan hidup yang digunakan untuk menghitung IKLH terdiri dari Indeks Kualitas Air (IKA), Indeks Kualitas Udara (IKU), dan Indeks Kualitas Tutupan Lahan (IKTL). Parameter IKTL adalah indeks kualitas tutupan lahan yang digambarkan melalui perbandingan luas lahan kritis dengan luas tutupan lahan. Berdasarkan data luas lahan kritis Provinsi NTB tahun 2016 mencapai 578.645,97 Ha atau sekitar 29% dari luas wilayahnya. Lahan kritis yang dimaksud adalah lahan kritis yang terdapat didalam kawasanhutan maupun diluar kawasan hutan. Kabupaten Lombok Utara memiliki persentase luas lahan kritis terbesar jika dibandingkan dengan luas wilayahnya yaitu sebesar 54.74%.Luas lahan kritis terluas didalam kawasan hutan berada di KabupatenBima seluas 57,554.79 Ha, sedangkan luas lahan kritis diluar kawasan hutan terluas berada di Kabupaten Sumbawa seluas 110,814.28 Ha. Jika akumulasi luas lahan kritis di dalam dan di luar kawasan hutan, maka Kabupaten Bima memiliki luas lahan kritis terluas sebesar 161.120,5 Ha.
Faktor penyebab meningkatnya lahan kritis adalah perambahan hutan,penebangan liar (illegal logging), kebakaran hutan, dan aktivitas lain yang tidak mengindahkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan seperti pemanfaatan sumber daya hutan yangtidak berazaskan kelestarian, penataan zonasi kawasan belum berjalan, pola pengelolaanlahan tidak konservatif dan pengalihan status lahan untuk berbagai kepentingan.
Prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan telah diikhtiarkan secara konsisten oleh Pemerintah Provinsi NTB, hal ini termuat dalam RPJMD Provinsi NTB periode 2019-2023 melalui misi ke-4 yaitu “NTB Asri dan Lestari”. Indikator utama dari misi ke-4 adalah meningkatnya IKLH (Indeks Kualitas Lingkungan Hidup) yang terdiri dari Indeks Kualitas Air (IKA), Indeks Kualitas Udara (IKU) dan Indeks Kualitas Tutupan Lahan (IKTL). Indikator kinerja ini merupakan upaya pemerintah daerah sebagai bentuk komitmen untuk menjaga keselarasan, keseimbangan, dan keserasian antara pembangunan fisik dan pembangunan manusia berdasarkan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Seiring dengan hal tersebut, program-program yang mendukung pencapaian indikator di atas antara lain Program Unggulan NTB Hijau, NTB Zero Waste, Industri Pengolahan Sampah, Taman Asri dan HHBK Unggul. Berdasarkan data tahun 2018 program dan kegiatan dimaksud telah mampu meningkatkan IKLH dari 56,53 (2016) menjadi 76,16 (2018).
Upaya dan ikhtiar yang dilakukan Pemerintah Provinsi NTB melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan perlu pengintegrasian program dan kegiatan yang mengupayakan pembangunan fisik dan sosial ekonomi berbasis ekosistem. Sehingga metode dan pola pendekatan yang digunakan adalah metode pendekatan ekonomi hijau (Green Economy Approach). Menurut United Nations Environment Programme, green economy adalah perekonomian yang rendah karbon (low carbon economy) atau tidak menghasilkanemisi dan polusi lingkungan, efisiensi sumber daya alam (resource efficient), dan berkeadilan sosial yang berkaitan dengan income per capita dan kemiskinan (socially inclusive). Green economy bertujuan meningkatkan kesejahteraan manusia dan pertumbuhan ekonomi yang beriringan dengan pembangunan manusia dan lingkungan hidup.
Beberapa provinsi dan kabupaten di Indonesia sudah mengembangkan inisiatif ‘Provinsi Hijau’ seperti Aceh, Kalimantan Timur, Sumatera Selatan, dan Papua Barat, Kabupaten Kapuas Hulu dan Malinau (‘Kabupaten Konservasi’), Sigi, Siak, dan Sintang (‘Kabupaten Hijau’).Mitra pembangunan melalui ICLEI (International Council for Local Environmental Initiatives) – Local Government for Sustainability Indonesia telah melakukan inisiatif untuk pengembangan kegiatan pembangunan energi terbarukan berupa pengembangan kapasitas pemerintah daerah dalam pencapaian pembangunan rendah emisi dan berkelanjutan berbasis masyarakat.
Untuk mewujudkan Provinsi NTB sebagai provinsi yang mengembangkan inisiatif Provinsi Hijau, diperlukan analisis yang utuh terhadap semua komponen permasalahan yang terkait dengan degradasi hutan, lahan dan lingkungan. Sehingga elaborasi komprehensip dari masing-masing faktor pengungkit/penyebab permasalahan tersebut dapat dirumuskan alternative pengurangan dampak dan solusi penanganan melalui intervensi program pembangunan baik yang bersifat governmental driven inisiative maupun kontribusi dan entitas eksternal pemerintah. Formulasi intervensi ini tentunya harus mendapat dukungan berbagai pihak terutama pemerintah daerah, masyarakat, mitra pembangunan dan swasta. Untuk mendukung hal tersebut, skema insentif fiskal perlu dikembangkan sebagai bentuk pembiayaan/anggaran yang mendukung upaya perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup di Provinsi NTB.
Komitmen perencanaan dan penganggaran hijau Pemerintah Propinsi Nusa Tenggara Barat dapat ditelusuri dari dokumen perencanaan pembangunan daerah dan kebijakan alokasi anggaran tahunan bagi pendanaan aktifitas-aktifitas terkait ekonomi hijau terutama pada isu-isu perubahan iklim khususnya terkait dengan kualitas tutupan lahan di NTB. Dalam kurun waktu 2017 – 2019, pencapaian Indeks Kualitas Tutupan Lahan didukung oleh beberapa program dengan total realisasi belanja yang fluktuatif.Total realisasi belanja terbesarselama 3 tahun terakhir dialokasikan untuk mendukung Program Perlindungan Hutan Konservasi SDA dan Ekosistem (47,17%). Kemudian disusul dengan program Rehabilitasi, Kerjasama, dan Perhutanan Sosial (32.79%), program Pemanfaatan Potensi Sumber Daya Hutan (14,57%), dan program Pengelolaan Hutan (5,45%).
Program Perlindungan Hutan Konservasi SDA dan Ekosistem menjadi program dengan realisasi belanja terbesar dikarenakan adanya alokasi untuk pembayaran honorarium tenaga pengamanan hutan. Kegiatan lainnya ialah terkait pengendalian kebakaran hutan dan lahan, konservasi sumber daya alam dan ekosistem berupa pemantauan dan evaluasi cadangan karbon (2017-2018) dan fasilitasi pembentukan Kelompok Ekosistem Esensial (KEE), dan penegakan hukum kehutanan.
Program lainnya ialah program Rehabilitasi, Kerjasama, dan Perhutanan Sosial yang didukung oleh beberapa kegiatan, antara lain penanaman luar dan dalam kawasan hutan, pembuatan bangunan KTA sebagai salah satu upaya menjaga DAS, dan penyuluhan serta pemberdayaan masyarakat yang ditujukan kepada Kelompok Tani Hutan melalui pembentukan kelompok dan penguatan kelembagaan kelompok.
Program Pemanfaatan Potensi Sumber Daya Hutan merupakan program yang dilaksanakan pada kurun waktu 2017 hingga 2018, dalam pelaksanaannya mencakup berbagai kegiatan yang fokus terhadap pengembangan HHBK, pengolahan dan peredaran hasil hutan serta pemanfaatan jasa lingkungan.
Melihat total realisasi belanja untuk pencapaian IKTL yang terbesar jika dibandingkan dengan realisasi belanja untuk IKA dan IKU, hal ini mampu mendongkrak nilai indeks yang terhitung sebesar 60.03 di tahun 2016 menjadi 66,56 di tahun 2018 (naik 6.53 poin). Beberapa pihak juga terlibat dalam pencapaian indikator ini, yaitu UPT Kementerian LHK di wilayah NTB, NGO, dan para pihak ketiga yang turut berkontribusi mempertahankan tutupan lahan.
Penjelasan lebih lanjut dalam pencapaian target Indeks Kualitas Tutupan Lahan dari 60.03 di tahun 2016 menjadi 66,56 di tahun 2018 (naik 6.53 poin) berdasarkan capaian kegiatan Dinas LHK sebagai berikut :
1. Pengembangan Hasil Hutan Non Kayu
Alokasi anggaran untuk tahun 2017 dan 2018 berturut-turut adalah sebesar Rp. 3.711.246.800,- atau 7.33% dan Rp,.1.922.673.912 atau 4.27% dari total belanja langsung Dinas LHK. Perbedaan besaran anggaran yang signifikan dikarenakan pada tahun 2017 fokus pada penguatan sarpras produksi HHBK dan persiapan pembangunan pabrik nilam dan kayu putih. Pada tahun 2017 s/d 2018 Dinas LHK telah mengembangkan 6 jenis HHBK yaitu Kayu Putih, Nilam, Bambu, Madu, Rotan, dan Kemiri. Upaya yg dilakukan antara lain perluasan areal penanaman dan pemberian kemudahan dalam proses perijinanmelalui skema Kemitraan bersama KPH.
2. Pengembangan Jasa Lingkungan Wisata Alam
Alokasi anggaran untuk tahun 2017 dan 2018 berturut-turut adalah sebesar Rp. 792.311.100,- atau 1,57% dan Rp 3.371.031.900,- atau 7,48% dari total belanja langsung Dinas LHK. Pada tahun 2017 bentuk kegiatannya ialah penyusunan desain tapak wisata alam dan pembangunan MCK dan kamar ganti di lokasi wisata alam di 2 lokasi. Di tahun berikutnya, alokasi anggaran meningkat signifikan dikarenakan semakin banyak jenis kegiatan pendukung pengembangan jasa lingkungan wisata alam antara lain bimbingan teknis penyusunan desain tapak, penyusunan dokumen penataan zona/blok dan dokumen rencana pengelolaan wilayah Tahura, bimbingan teknis dan pembinaan pemanfaatan jasa lingkungan, fasilitasi kemitraan pengembangan wisata alam, dan penyediaan sarana dan prasarana wisata alam di 8 lokasi.
3. Pengendalian Pengolahan dan Peredaran Hasil Hutan
Alokasi anggaran untuk tahun 2017 dan 2018 berturut-turut adalah sebesar Rp. 278.163.500,- atau 0,55% dan Rp 314.084.717,- atau 0,7% dari total belanja langsung Dinas LHK. Tahun 2017 dilaksanakan monev IPPKH di 4 kabupaten yaitu di Lombok Tengah, Dompu, Sumbawa Barat dan Sumbawa yaitu pada 16 unit IPHHK. Tahun 2018 dilaksanakan peningkatan pemahaman masyarakat tentang regulasi Pengelolaan dan Peredaran Hasil Hutan, bimwasdal ijin pemanfaatan hasil hutan, pendataan data potensi hasil hutan, Pembinaan dan fasilitasi perizinan. Alokasi anggaran sebesar Rp. 730.710.320,- atau 1,21% dari total belanja langsung Dinas LHK diperuntukkan untuk sosialisasi penatausahaan hasil hutan kepada 7 unit usaha kehutanan, dan operasional pabrik pellet kayu, nilam, dan kayu putih.
4. Penyuluhan dan Pemberdayaan Masyarakat
Alokasi anggaran untuk kegiatan Penyuluhan dan Pemberdayaan Masyarakat tahun 2018 adalah Rp. 575.220.500,- atau 1.28% dari total belanja langsung Dinas LHK, diperuntukkan untuk pembentukan 3 unit Sentra Penyuluhan Kehutanan Pedesaan (SPKP) sekaligus pemberian sarana penunjang kegiatan penyuluhan, fasilitasi 3 unit Kelompok Usaha Produktif (KUP) dan pemberian/hibah bantuan berupa stup dan koloni Madu Trigona kepada 3 Kelompok Tani Hutan, pelaksanaan Lomba Wana Lestari, dan pembinaan serta monitoring perhutanan sosial yang dilaksanakan di 12 kelompok binaan.
Alokasi anggaran di tahun ini meningkat menjadi 1.025.051.100,- (1.7%) dari total belanja langsung Dinas LHK. Hal ini dikarenakan adanya bentuk upaya penyuluhan kepada masyarakat terkait informasi kehutanan dengan jangkauan yang lebih luas, melalui berbagai event antara lain rapat koordinasi generasi muda cinta hutan, Hari Menanam Pohon Indonesia, dan pameran NTB Expo. Kegiatan lainnya yaitu pembinaan dan monitoring pada 87 kelompok se-NTB, fasilitasi pembentukan 1 unit SPKP dan 3 unit KUP.
5. pengembangan industri dan pemasaran hasil hutan
Alokasi anggaran untuk tahun 2017 dan 2018 berturut-turut adalah sebesar Rp. 1.427.212.780,- atau 2,82% dan Rp 655.280.000,- atau 1,45% dari total belanja langsung Dinas LHK. Selain mengalokasikan anggaran untuk operasional pabrik pengolahan nilam, pellet kayu dan kayu putih, Arah pelaksanaan kegiatan pada tahun 2017 adalah penguatan sarpras pabrik pengolahan HHBK, pembangunan showroom hasil hutan, persiapan penyusunan pergub PPK-BLUD, pada tahun 2018, anggaran dialokasikan untuk operasional rutin pabrik nilam, pellet kayu dan kayu putih serta peningkatan aksesibilitas menuju kawasan industri pengolahan produk pellet kayu .
6. Pengembangan Perbenihan Tanaman Kehutanan
Di tahun 2017 kegiatan ini dilaksanakan dalam bentuk pengunduhan, sertifikasi, dan penataan sumber benih di 7 KPH. Alokasi anggarannya sebesar Rp. 110.307.600,- atau 0.21% dari total belanja langsung Dinas LHK
7. Penyediaan Bibit Tanaman Kehutanan
Alokasi anggaran untuk kegiatan Penyediaan Bibit Tanaman Kehutanan pada tahun 2017 adalah sebesar Rp. 1.321.261.125 (2.61%) dari total belanja langsung Dinas LHK. Kegiatan ini dilaksanakan sebagai upaya untuk meningkatkan tutupan lahan melalui pembuatan Kebun Bibit Rakyat di 7 KPH dengan total bibit sebanyak 700.000 batang
8. Rehabilitasi Daerah Tangkapan Air
Tahun 2017 dilaksanakan upaya rehabilitasi pada daerah tangkapan air dilakukan dengan pengkayaan tanaman di 7 KPH dengan total luasan 700 ha dan 385.000 batang, serta pembangunan 17 unit dam penahan dan 5 unit dam pengendali. Alokasi anggaran tahun 2017 adalah sebesar Rp. 5.528.571.500,- (10.93%) dari total belanja langsung Dinas LHK. Pada tahun 2018 alokasi anggaran menurun signifikan, menjadi Rp. 570.733.500,- dikarenakan anggaran hanya dialokasikan untuk penanaman dalam rangka rehabilitasi mata air.
9. Pengelolaan DAS
Upaya lainnya dalam rangka mendukung Indeks Kualitas Tutupan lahan dilakukan melalui kegiatan Pengelolaan DAS dengan pembuatan bangunan sipil teknis. Pada tahun 2019, telah dibangun bangunan sipil teknis berupa 30 unit DAM Penahan, 61 unit sumur resapan dan 39 unit Gully Plug di beberapa wilayah KPH NTB melalui sumber dana DAK dengan alokasi sebesar Rp. 1.954.981.920,- atau 3.23% dari total belanja langsung Dinas LHK.
10. Operasi Pengamanan Hutan Partisipatif
Pada Tahun 2017 upaya peningkatan tutupan lahan didorong melalui penguatan Satgas Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan Provinsi NTB Tahun 2017 yang terdiri dari Gubernur, Kapolda NTB, Danrem NTB, Kajati NTB. Satgas ini diketuai oleh Sekretaris Daerah Provinsi NTB dengan anggota yang terdiri dari para pihak yang berasal dari unsur-unsur TNI, Polri, Kejaksaan, Pol PP, Polhut sampai ke tingkat lapangan. Selain Satgas tersebut di atas, Dinas LHK NTB juga membentuk Satgas Pengendali Operasi Perusakan Hutan Provinsi NTB Tahun 2017 yang terdiri dari para Dandim, Kajari dan Kapolres pada beberapa kabupaten. Dengan anggaran yang tersedia, diharapkan setiap KPH mampu melaksanakan patrol secara rutin di wilayahnya dengan menentukan wilayah-wilayah yang menjadi prioritas penanganan. Alokasi anggaran untuk tahun 2017 dan 2018 berturut-turut adalah sebesar Rp. 8.992.868.520,- atau 17,77% dan Rp 14.084.823.370,- atau 31,26% dari total belanja langsung Dinas LHK. Alokasi anggaran terbesar dalam kegiatan ini diperuntukkan untuk pembayaran honorarium tenaga pengamanan hutan swadaya pada masing-masing KPH.
Asumsi untuk menghitung luasan wilayah kawasan hutan yang dijelajah yaitu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : (1) per tim terdiri dari 2 orang , (2) dapat menjelajah ± 10 hektar, (3) biaya perjalanan dinas untuk 2 orang sekitar Rp. 1.000.000,- (4) realisasi belanja perjalanan dinas pada kegiatan Pencegahan dan Pengamanan Hutan. Berdasarkan perhitungan, patroli pengamanan hutan telah dilaksanakan di wilayah seluas 15.653 ha (2017) dan 13.448 ha (2018)
11. Pemantauan evaluasi dan Pelaporan Cadangan Karbon
Pemantauan Evaluasi dan Pelaporan Cadangan Karbon, upaya yang telah dilaksanakan yaitu bimtek survey carbon, bimtek penyusunan desain tapak, Sosialisasi dan Koordinasi Penetapan Forum Komunikasi dan Koordinasi Pengelolaan Kawasan Ekosistem Esensial, Lokakarya Penurunan Emisi Karbon (GRK), penyusunan dokumen Project Design Document (PDD) yang memuat informasi lengkap tentang proyek yang diusulkan termasuk informasi lengkap lainnya tentang metode pengukuran, pemantauan Gas Rumah Kaca (GRK) dan dokumen tersebut merupakan salah satu prasyarat yang dibutuhkan dalam rangka pelaksanaan perhitungan carbon trade di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Alokasi anggaran untuk tahun 2017 dan 2018 berturut-turut adalah sebesar Rp. 343.066.100,- atau 0,68% dan Rp 298.272.500,- atau 0,66% dari total belanja langsung Dinas LHK.
12. Fasilitasi Penyelesaian Tenurial Kawasan Hutan
Penyelesaian permasalahan tenurial dalam kawasan hutan dilakukan melalui upaya penyusunan rancangan perda pengelolaan hutan sebagai pedoman yang akan dipakai dalam tata kelola hutan. Di tahun 2017, alokasi anggaran 7 (tujuh) balai UPTD KPH baru masih terakomodir dalam DPA Dinas LHK sehingga totalnya cukup besar yaitu sebesar Rp. 1.393.826.620,- atau 2,75% dari total belanja langsung Dinas LHK. Pada tahun 2018, alokasi anggaran menurun menjadi Rp. 566.133.800,- atau 1.26% dari total belanja Dinas LHK. Hal ini dikarenakan alokasi anggaran yang hanya tersedia di Dinas LHK dan 1 unit KPH, bentuk kegiatannya antara lain penyusunan draft perda pengelolaan hutan, rapat koordinasi penyelesaian permasalahan tenurial, pemasangan tugu batas kawasan hutan, dan penanaman border trees di jalur rawan konflik tenurial.
13. Sosialisasi batas Kawasan Hutan
Bentuk kegiatannya ialah melakukan upaya sosialisasi tata batas kawasan hutan dan penanaman di jalur batas wilayah rawan konflik tenurial. Alokasi anggaran untuk tahun 2017 dan 2018 berturut-turut adalah sebesar Rp. 115.513.500,- atau 0,24% dan Rp 100.828.000,- atau 0,22% dari total belanja langsung Dinas LHK.
14. Perencanaan dan Tata Hutan
Tahun 2019 Dinas LHK melakukan fasilitasi penyusunan 8 dokumen RPHJP dan sosialisasi tata batas kawasan hutan dengan alokasi anggaran Rp, 317.608.560,- atau sebesar Rp. 0.23% dari total belanja langsung Dinas LHK
15. Pengembangan Usaha Kehutanan
Dalam kegiatan pengembangan usaha kehutanan, telah dilaksanakan fasilitasi pengembangan kelompok usaha kehutanan. Upaya lainnya ialah fasilitasi pengembangan kelompok usaha kehutanan dan sapras pengembangan produk HHBK dan pengembangan luasan penanaman HHBK (bambu, gaharu, kayu putih, kopi, porang dll). Alokasi anggaran tahun 2019 adalah sebesar Rp. 4.834.709.493,- atau 8% dari dari total belanja langsung Dinas LHK.
16. Rehabilitasi hutan dan lahan kritis
Upaya untuk mempertahankan dan meningkatkan tutupan vegetasi di Provinsi NTB telah dilaksanakan melalui kegiatan penanaman di luar dan dalam kawasan hutan dengan reboisasi dan penghijauan. DI tahun 2017 dan 2018, dengan dukungan dana APBD, APBN, dan pihak swasta luas areal yang ditanam berturut-turut adalah 6.688,5 ha dan 10.814,68 ha. Namun, alokasi anggaran 2017 lebih besar jika dibandingkan dengan 2018 dikarenakan terdapat alokasi pembangunan 20 unit bangunan KTA di tahun 2017. Alokasi anggaran tahun 2017 dan 2018 berturut-turut sebesar Rp. 7.869.308.140,- atau 15,55% dan Rp. 5.532.715.752 atau 12,28% dari total belanja langsung Dinas LHK.
Di tahun 2018, luasan areal yang ditanam jauh lebih besar jika dibandingkan dengan tahun 2017 dikarenakan terdapat dukungan rehabilitasi hutan dan lahan pasca bencana dari BPBD Provinsi NTB seluas 5.539 ha, BPDASHL DMY seluas 3.205 ha, kewajiban para pemegang ijin pinjam pakai kawasan hutan seluas 1086.93 ha, dan APBD Dinas LHK seluas 983,75 ha.
Pada tahun 2019, dilaksanakan kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) melalui penanaman di dalam dan luar kawasan hutan seluas 9.791,29 ha melalui dana APBN dan APBD, serta pihak lainnya. Alokasi APBD tahun 2019 adalah sebesar Rp. 5.254.607.912 atau 8,6% dari total belanja langsung Dinas LHK.
17. Pencegahan dan Pengamanan Hutan
Dinas LHK NTB melakukan penguatan Satgas Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan Provinsi NTB Tahun 2019 yang terdiri dari Gubernur, Kapolda NTB, Danrem NTB, Kajati NTB. Satgas ini diketuai oleh Sekretaris Daerah Provinsi NTB dengan anggota yang terdiri dari para pihak yang berasal dari unsur-unsur TNI, Polri, Kejaksaan, Pol PP, Polhut sampai ke tingkat lapangan. Selain Satgas tersebut di atas, Dinas LHK NTB juga membentuk Satgas Pengendali Operasi Perusakan Hutan Provinsi NTB Tahun 2019 yang terdiri dari para Dandim, Kajari dan Kapolres pada beberapa kabupaten. Alokasi anggaran tahun 2019 adalah Rp. 15.328.092.583,- atau 25.36% dari total belanja langsung Dinas LHK.
Asumsi untuk menghitung luasan wilayah kawasan hutan yang dijelajah yaitu mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : (1) per tim terdiri dari 2 orang , (2) dapat menjelajah ± 10 hektar, (3) biaya perjalanan dinas untuk 2 orang sekitar Rp. 1.000.000,- (4) realisasi belanja perjalanan dinas pada kegiatan Pencegahan dan Pengamanan Hutan. Berdasarkan perhitungan, patroli pengamanan hutan di seluruh KPH sudah dilaksanakan dengan luas wilayah seluas 10.806 hektar.
18. Penegakan Hukum
Jumlah kasus tindak pidana kehutanan yang dapat tertangani di tahun 2018 adalah 10 kasus dan 2019 sebanyak 11 kasus. Beberapa barang bukti yang diamankan antara lain kayu hutan berbagai jenis, mesin chainsaw, truk box, dan pick up. Alokasi anggaran untuk pelaksanaan kegiatan pada tahun 2018 dan 2019 berturut-turut adalah Rp. 581.487.600 atau 1,29% dan Rp. 281.773.100,- atau 0,47% dari total belanja langsung Dinas LHK. Alokasi anggaran 2019 yang lebih kecil jika dibandingkan dengan 2018 dikarenakan adanya efisiensi pada biaya pengurusan barang bukti, insentif penyidik, biaya pemberkasan tipihut dan anggaran perjalanan dinas luar dan dalam daerah
19. Konservasi dan Sumber Daya Alam Hayati
Dalam rangka konservasi sumber daya alam dan ekosistem, di tahun 2019 alokasi anggaran sejumlah Rp. 129.246.000,- difokuskan untuk melakukan serangkaian upaya terdiri atas :
a. Pendataan potensi sumberdaya alam dan keanekaragaman hayati NTB di 11 unit KPH dan 1 unit Tahura
b. Pendataan dan pembinaan Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL) Non Appendix serta ketersediaannya dalam rangka perlindungan kelestarian TSL di Kabupaten Lombok Barat dan Lombok Timur
c. Koordinasi pengelolaan kawasan ekosistem esensial (KEE) Koridor Penyu di Kabupaten Lombok Utara, Kabupaten Sumbawa dan Kota Mataram
d. Pengembangan SAMOTA sebagai jaringan cagar biosfer dunia
e. Koordinasi pengumpulan data dan informasi pendukung RAD-GRK sektor kehutanan
f. Persiapan kegiatan SeaBRNet 2020
20. Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan
Alokasi anggaran tahun 2019 adalah sebesar Rp. 900.175.400,- atau 1.49% dari total belanja langsung Dinas LHK. Terkait dengan pengendalian dan pencegahan kebakaran hutan dan lahan (karhutla), Dinas LHK NTB melakukan berbagai upaya diantaranya :
a. sosialisasi karhutla kepada seluruh unit KPH dan Tahura
b. pemenuhan kebutuhan sarpras pencegahan dan pengendalian karhutla, masing-masing sebanyak 12 unit dan 3 unit, dan telah terdistribusi untuk KPH dan Tahura
c. Pencegahan dan pengendalian 286 titik yang tersebar di 11 KPH dan Tahura